Tuesday, August 11, 2015

Belajar Dari Desentralisasi Ala Jepang


jepang merupakan negara yang telah berubah dari negara yang sentralistis menjadi negara yang desentralistis melalui serangkaian perubahan aturan/kebijakan terkait desentralisasi pada 25 tahun terakhir ini. Jepang berhasil menerapkan sistem desentralisasi fiskal yang tidak setara (asymmetrical decentralization) yang terbukti ampuh memicu pertumbuhan ekonomi kawasan melalui pembentukan blok-blok ekonomi yang lebih terintegrasi, tidak terpecah menjadi unit-unit ekonomi berdasarkan batas asli wilayah unit pemerintah tertentu. Derajat desentralisasi (luasnya otonomi) diberikan diberikan secara berbeda kepada daerah berdasarkan tingkat kemajuan daerah yang diindikasikan oleh jumlah penduduk, kemampuan menyerap tenaga kerja, serta kapasitas ekonomi. Semakin tinggi tingkat kemajuan daerah, maka semakin besar punya kewenangan yang dapat dimiliki atau dijalankan.
Pada negara Jepang dengan adanya otonomi yang luas, pemerintah pusat masih berperan dalam pembuatan regulasi secara nasional dan tidak menghapus peran pemerintah pusat dalam menetapkan kerangka kebijakan desentralisasi. Pemerintah berperan menjalankan fungsi-fungsi pengaturan, koordinasi dan pengawasan.

Friday, May 22, 2015

Berhati-hati menerka maksud hati.


Image by google
Mengunggah foto-foto jalan jalan ke luar negeri, memakai barang-barang branded, aktivitas ibadah di medsos --> Pamer/ria
Jarang berbicara à --> tidak suka/benci

Pamer/ria, sombong, dan benci itu kaitanya dengan maksud hati. Saya rasa kurang bijak, bila Menerka maksud hati seseorang hanya dari tampilan luarnya, dari sepotong pernyataanya, dari statusnya, dari sedikit apa yang ditampilkanya. Bahkan meskipun apa yang terlihat itu sangat lah jelas terlihat. 

Karena urusan menerka maksud hati bukanlah perkara yang mudah, tidak serta merta seperti logika matematis: jika “X” maka “Y”. Sebaliknya, menerka maksud hati itu sangatlah sulit. Salah-salah kita menerka, kita bisa terjerumus kedalam sikap berburuk sangka (sû’uz-zhann), mengolok-olok (sukhriyyah), dan menggunjing (ghibah). 

Tuesday, May 19, 2015

Medsos dan Tabayyun


Image by google
Saat ini kita kita dihadapkan pada situasi dimana penggunaan media sosial (medos) sebegitu marak dan fenomenalnya. Dengan mudah, pada banyak tempat, dapat kita temui pengguna media sosial. Media sosial seolah telah menjadi candu, sekaligus tuntutan gaya hidup.
Melalui media sosial, dengan sangat mudah orang dapat berbagi informasi. Semua jenis informasi dari berbagai sumber dapat dengan mudah menyebar secara global, dan dalam waktu yang relatif singkat. Saking mudahnya, informasi yang tidak jelas sumber dan kebenaranya, dan permasalahan tertentu yang masih sepotong-sepotong dan tidak lengkappun dengan sangat mudah tersebar. Informasi tersebut jelas berpotensi menyesatkan dan menimbulkan fitnah oleh banyak pihak. 

Di sini lah pentingnya sikap untuk meneliti kebenaran sesuatu dan tidak tergesa-gesa  (Tabayyun). Setiap informasi yang diterima hendaknya perlu dicermati benar kebenaranya, agar tidak tersesat dan ikut menyesatkan. 

Friday, May 15, 2015

Sayang

SAYANG

Begitu indah Alloh mempertemukan kita sayang
Kita yang tak saling kenal
kini terikat dengan ikatan suci nan sakral
Tak henti rasa syukur terpanjat
Dia anugerahkan padaku, hadirmu

Hadirmu merobek tirai-tirai sendu
Merajut benang-benang kebahagiaan
Embun pagi buta berbisik cemburu, pada kesejukan yang kau tawarkan
Susu cokelat hangat pagi hari berbisik iri, pada kehangatan yang kau bawakan
Hingga tanpa aku sadari
“memaksa” hatiku berlabuh di hatimu

"INDAH"

Sampai dengan menjelang bulan ketiga pernikahan, masih saja terkadang merasa “jet lag” dengan kondisi saat ini, bahwa kenyataanya saya sudah menikah, bahwa saya sudah mempunyai istri, tinggal bersama dalam satu atap dengan perempuan yang statusnya adalah istri saya. Apa yang sudah dilewati, dan apa yg sedang dijalani saat ini memang “agak” di luar perkiraan, berbeda dengan gambaran yang pernah dibayangkan. Manusia memang Cuma bisa berencana kan?. Jadi mungkin wajar apabila perasaan tersebut terkadang masih muncul. Ini bukan soal keluhan, tapi justru sebaliknya.

Sedikit menengok kebelakang, sedari awal memang banyak teman/kerabat, termasuk kami sendiri yang sedikit tidak menyangka kl kami bisa menikah, lantaran latar belakang budaya dan asal daerah yang berbeda, tempat tingga yang berjauhan, serta sejarah pertemanan kami yang sangat singkat dan biasa-biasa saja. Dan pada saat memutuskan menikah pun sejujurnya saya masih belum begitu banyak mengenal istri saya, dan sepertinya begitu juga sebaliknya.