![]() |
| Image by google |
Mengunggah foto-foto jalan jalan
ke luar negeri, memakai barang-barang branded, aktivitas ibadah di medsos --> Pamer/ria
Jarang berbicara à --> tidak suka/benci
Pamer/ria, sombong, dan benci itu kaitanya dengan maksud hati. Saya rasa kurang bijak, bila Menerka
maksud hati seseorang hanya dari tampilan luarnya, dari sepotong pernyataanya,
dari statusnya, dari sedikit apa yang ditampilkanya. Bahkan meskipun apa yang
terlihat itu sangat lah jelas terlihat.
Karena urusan
menerka maksud hati bukanlah perkara yang mudah, tidak serta merta seperti
logika matematis: jika “X” maka “Y”. Sebaliknya, menerka
maksud hati itu sangatlah sulit. Salah-salah kita menerka, kita bisa terjerumus
kedalam sikap berburuk sangka (sû’uz-zhann), mengolok-olok (sukhriyyah),
dan menggunjing (ghibah).
Belum tentu mereka yang Mengunggah
foto-foto jalan jalan ke luar negeri, memakai barang-barang branded, aktivitas
ibadah di medsos itu mempunyai maksud pamer/ria. Belum tentu mereka yang jarang
berbicara dengan sesamanya karena mempunyai rasa benci.
Mungkin kita lupa ungkapan lama “Dalamnya
laut bisa diukur, maksud hati tiada yang tau”. Menerka maksud hati seseorang
lebih sulit daripada mengukur dalamnya laut. Mungkin kira-kira seperti itu arti
ungkapan tersebut.
Sebuah kisah pendek pada masa Rasulullah
memberikan gambaran mengenai hal tersebut.
Seorang
sahabat Usamah bin Zaid RA suatu ketika bertemu pihak musuh dalam sebuah
perjalanan. Begitu melihat mereka, sang musuh langsung bersyahadat "La
ilaha illallah".
Namun, Usamah
tetap menusuknya dengan tombak dan membunuhnya. Setiba di Madinah, kejadian
tersebut ia ceritakan. Rasulullah SAW pun bertabayun, mencari kejelasan langsung
akan kejadian sebenarnya.
“Hai Usamah,
adakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan La ilaha illallah?” Usamah
menjawab, “Ya Rasulullah, sebenarnya orang itu hanya bersyahadat untuk mencari
perlindungan diri saja (yakni mengatakan syahadat hanya untuk mencari selamat),
sedang hatinya tidak meyakini itu.”
Rasulullah
SAW kembali menekankan berkali-kali, “Adakah ia engkau bunuh setelah
mengucapkan La ilaha illallah?” Usamah membenarkan.
Sang Nabi pun
menegaskan, “Mengapa engkau tidak belah
saja hatinya sehingga engkau dapat mengetahui, apakah ia mengucapkan itu
karena takut senjata ataukah tidak, yakni dengan keikhlasan?" Urusan hati,
hanya diri sendiri dan Allah yang tahu.
Berhati-hati menerka maksud hati!

No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.