Friday, May 22, 2015

Berhati-hati menerka maksud hati.


Image by google
Mengunggah foto-foto jalan jalan ke luar negeri, memakai barang-barang branded, aktivitas ibadah di medsos --> Pamer/ria
Jarang berbicara à --> tidak suka/benci

Pamer/ria, sombong, dan benci itu kaitanya dengan maksud hati. Saya rasa kurang bijak, bila Menerka maksud hati seseorang hanya dari tampilan luarnya, dari sepotong pernyataanya, dari statusnya, dari sedikit apa yang ditampilkanya. Bahkan meskipun apa yang terlihat itu sangat lah jelas terlihat. 

Karena urusan menerka maksud hati bukanlah perkara yang mudah, tidak serta merta seperti logika matematis: jika “X” maka “Y”. Sebaliknya, menerka maksud hati itu sangatlah sulit. Salah-salah kita menerka, kita bisa terjerumus kedalam sikap berburuk sangka (sû’uz-zhann), mengolok-olok (sukhriyyah), dan menggunjing (ghibah). 
Belum tentu mereka yang Mengunggah foto-foto jalan jalan ke luar negeri, memakai barang-barang branded, aktivitas ibadah di medsos itu mempunyai maksud pamer/ria. Belum tentu mereka yang jarang berbicara dengan sesamanya karena mempunyai rasa benci.

Mungkin kita lupa ungkapan lama “Dalamnya laut bisa diukur, maksud hati tiada yang tau”. Menerka maksud hati seseorang lebih sulit daripada mengukur dalamnya laut. Mungkin kira-kira seperti itu arti ungkapan tersebut.
Sebuah kisah pendek pada masa Rasulullah memberikan gambaran mengenai hal tersebut.

Seorang sahabat Usamah bin Zaid RA suatu ketika bertemu pihak musuh dalam sebuah perjalanan. Begitu melihat mereka, sang musuh langsung bersyahadat "La ilaha illallah".

Namun, Usamah tetap menusuknya dengan tombak dan membunuhnya. Setiba di Madinah, kejadian tersebut ia ceritakan. Rasulullah SAW pun bertabayun, mencari kejelasan langsung akan kejadian sebenarnya.

“Hai Usamah, adakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan La ilaha illallah?” Usamah menjawab, “Ya Rasulullah, sebenarnya orang itu hanya bersyahadat untuk mencari perlindungan diri saja (yakni mengatakan syahadat hanya untuk mencari selamat), sedang hatinya tidak meyakini itu.”

Rasulullah SAW kembali menekankan berkali-kali, “Adakah ia engkau bunuh setelah mengucapkan La ilaha illallah?” Usamah membenarkan.

Sang Nabi pun menegaskan, “Mengapa engkau tidak belah saja hatinya sehingga engkau dapat mengetahui, apakah ia mengucapkan itu karena takut senjata ataukah tidak, yakni dengan keikhlasan?" Urusan hati, hanya diri sendiri dan Allah yang tahu. 

Berhati-hati menerka maksud hati!


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.