Tuesday, August 11, 2015

Belajar Dari Desentralisasi Ala Jepang


jepang merupakan negara yang telah berubah dari negara yang sentralistis menjadi negara yang desentralistis melalui serangkaian perubahan aturan/kebijakan terkait desentralisasi pada 25 tahun terakhir ini. Jepang berhasil menerapkan sistem desentralisasi fiskal yang tidak setara (asymmetrical decentralization) yang terbukti ampuh memicu pertumbuhan ekonomi kawasan melalui pembentukan blok-blok ekonomi yang lebih terintegrasi, tidak terpecah menjadi unit-unit ekonomi berdasarkan batas asli wilayah unit pemerintah tertentu. Derajat desentralisasi (luasnya otonomi) diberikan diberikan secara berbeda kepada daerah berdasarkan tingkat kemajuan daerah yang diindikasikan oleh jumlah penduduk, kemampuan menyerap tenaga kerja, serta kapasitas ekonomi. Semakin tinggi tingkat kemajuan daerah, maka semakin besar punya kewenangan yang dapat dimiliki atau dijalankan.
Pada negara Jepang dengan adanya otonomi yang luas, pemerintah pusat masih berperan dalam pembuatan regulasi secara nasional dan tidak menghapus peran pemerintah pusat dalam menetapkan kerangka kebijakan desentralisasi. Pemerintah berperan menjalankan fungsi-fungsi pengaturan, koordinasi dan pengawasan.
Pelajaran penting yang dapat diambil oleh indonesia yang pertama ialah pentingnya komitmen yang sangat besar memperkuat desentralisasi, sebagaimana ditunjukan jepang dalam kurun 25 tahun terakhir. Pemerintah indonesia dianggap belum mempunyai komitmen yang kuat karena belum memberikan otonomi yang luas kepada daerah. Kemudian yang kedua, pemerintah pusat perlu memacu persaingan antar daerah melalui insentif otonomi. Derah dengan indikator ekonomi makro yang bagus seharusnya mendapatkan otonomi yang lebih.
           persamaan dan perbedaan antara Jepang dengan Indonesia dalam penerapan desentralisai dapat disajikan sebagai berikut.
Persamaan:
No.
Perihal
Penjelasan
1.
sistem pemerintahan
Sama-sama tumbuh dari budaya monarchi, sehingga budaya poltik yang terbangun juga relatif sama (adanya kecenderungan otoriter dan sentralisasi dalam hubungan negara dengan rakyatnya)
2.
Tingkat pemerintahan
Bertingkat
Jepang : Pem. Pusat – Provinsi/perfektur – Pemda (kota-kota)
Indonesia : Pem.Pusat – Provinsi – Kab/Kota

Perbedaan:
No.
Perihal
Jepang
Indonesia
1
Pola/sistem desentralisasi
Asimetris, berdasarkan jumlah penduduk dan indikator ekonomi
(semakin banyak penduduk dan semakin baik indikator ekonomi -> otonomi yg diberikan semakin besar)
simetris, dengan pendekatan penyamarataan kemampuan daerah
DAU = AD+CF
AD   = PNS+Gaji
CF   = Kebutuhan – Kapasitas Fiskal
Pola asimetris dilakukan hanya karena alasan politis, bukan ekonomi (NAD, Papua)
2
Political will terhadap desentralisasi
Tinggi, otonomi diberikan secara luas
Kurang, masih banyak intervensi pusat
Adanya kekhawatiran otonomi yang luas akan memicu separatisme

Pola/sistem desentralisasi asimetris yang diterapkan jepang memberikan rangsangan kepada daerah untuk berlomba meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena terdorong untuk memperoleh otonomi yang lebih luas diantaranya melalui pembentukan blok2 ekonomi.
Sedangkan pola/sistem desentralisasi simetris yang diterapkan indonesia tidak meberikan dampak demikian, melainkan berpotensi menimbulkan kecemburuan karena daerah yang memilki kemampuan daerah yang baik jutru mendapatkan lebih sedikit dana perimbangan karena daerah dengan celah fiskal yang kecil akan mendpatkan dana perimbangan lebih sedikit dibandingkan daerah dengan celah fiskal yang besar. Rumusan pemberian dana perimbangan yang ada saat ini juga dapat merangsang tiap daerah untuk memperbanyak jumlah PNS daerah dan menimbulkan kemalasan/ketergantungan terhadap dana transfer pusat untuk menutup celah fiskal karena celah tersebut nantinya akan ditutup oleh transfer pemerintah pusat (DAU).

Hal-hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia:

  1. Menguatkan komitmen pemerintah puat dan daerah daam pelaksanaan desenralisasi dengan menuangkanya dalam undang-undang atau peraturan yang wajib ditaati.
  2. Memperbaiki pola pemberian otonomi daerah. Rumusan pemberian DAU perlu dikaji agar lebih mendorong daerah meningkatkan kapasitas ekonominya dan mengurangi ketergantungan yang mematikan kreatifitas daerah dan penerimaan sah lainnya yang belum dioptimalkan. Jepang contohnya, kepada daerah dengan kapasitas ekonomi yang baik diberikan otonomi yang lebih luas sehingga memicu daerah untuk berlomba meningkatkan kapasitas masing-masing melalui intensif ekonomi 
  3. Memanfaatkan forum-forum kerjasama antar daerah untuk mengelola urusan-urusan ekonomi yang bersifat lintas daerah. Beberapa pemda dapat bekerjasama untuk membentuk kawasan ekonomi yang saling menguntungkan. 
  4. Pemberian otonomi yang lebih luas secara bertahap. Pengalaman dari negara jepang menunjukan bahwa dengan adanya otonomi yang luas, pemerintah pusat masih dapat berperan penting dalam pembuatan regulasi secara nasional dan tidak menghapus peran pemerintah pusat dalam menetapkan kerangka kebijakan desentralisasi. Pemerintah berperan menjalankan fungsi-fungsi pengaturan, koordinasi dan pengawasan. Dan ketakutan akan terjadinya tindakan separatisme akibat otonomi yang luas nyatanya tidak terjadi, justru sebaliknya. Pemberian otonomi tersebut mencakup 2 hal yaitu berkaita dengan tingkat fleksibilitas daerah dalam pengambilan keputusan dan besaran tanggung jawab yang diserahkan ke daerah Pada akhirnya pemerintah pusat akan mngurangi intervensi ke daerah dengan memposisikan diri lebih kepada urusan tentang eksistensi engara dalam hubungan internasional, urusan umum yang lebih eektif diterapkan seragam di seluruh wilayah negara, serta urusan hukum yang berhubungan dengan kerangka hukum pemerintah daerah. 
  5. Mengurangi pola-pola dekonsentrasi. Desentralisasi dalam bentuk dekonsentrasi pada hakekatnya hanya merupakan pembagian kewenangan dan tanggung jawab administratif antara departemen pusat dengan pejabat pusat di lapangan. Kewenangan dan tanggung jawab yang diberikan lebih banyak berupa pengalihan pelaksanaan pekerjaan tanpa pengalihan kewenangan pengambilan keputusan atau membuat kebijakan. Pola tersebut tidak  mendorong kepada pemberdayaan masyarakat lokal, karena dalam dekonsentrasi semua keputusan sudah ditetapkan, baik di pusat maupun di daerah tanpa mengikutsertakan masyarakat lokal.



Referensi:
 Tri Widodo W. Utomo. 2014. Peran Pemerintah Pusat dalam Memperkuat Desentralisasi: Kasus Jepang dan Pelajaran Untuk Indonesia” 

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.