(Tulisan iseng tentang sepeda di bulan April, akhirnya diposting karena sepeda sekarang jadi tren yang gilaaa….)
Akhir-akhir ini, bersepeda menjadi aktivitas yang sedang naik pamor, setidaknya di Jakarta dan beberapa kota besar di Indonesia. Komunitas pesepeda menjamur di banyak tempat, dengan berbagai tujuan dan aktivitasnya. Bersepeda telah bertransformasi tidak hanya sebagai sebuah kebutuhan dan hobi, tapi juga sebagai sebuah gaya dan gengsi. Gak heran, kalo di medsos banyak kita jumpai fenomena “latah bersepda”
Begitu juga dengan jenis sepeda yang dijual di pasaran saat ini, makin beragam jenis, bentuk dan kelasnya. Mulai dari yang harganya ratusan ribu hingga puluhan Juta, semua ada. Bahkan beberapa komunitas ada yang harga rata-rata sepeda anggotanya mencapai ratusan juta. Dalam salah satu video di chanel youtube Deddy Corbuzier misalnya, sempat diulas sepeda yang harganya mencapai hamper setengah milyar (440 juta). Mending beliin Avanza kalia ya, dapet 2 biji, bisa buat narik Gocar.
Padahal jaman kecil dulu, jaman SD (tahun 94-2000 to be precise) saya cuma tau sepeda itu ada 4 jenis: Sepeda laki (atau kita nyebutnya sepeda federal dan BMX), sepeda cewe (sepeda mini), sepeda orang tua (sepeda onthel), dan sepeda balap. Harganyapun kayanya ga ada yang nyampe 500 ribu. Bahkan sepeda pertamaku masih inget banget, dibeli dengan harga 30 ribu, sepeda jenis MTB atau kita menyebutnya sepeda “federal” (mesikpun mereknya bukan federal) merek: gazelle (yang kayaknya palsu), warna hijau, single speed (sepeda multispeed atau kita nyebutnya “operan” masih jadi barang mewah) yang saya pake buat ke sekolah dan main ke mana-mana, seringnya buat ke lapangan (main bola) dan mandi di sungai. Namun, sepeda itu akhirnya rusak dan terbengkalai, dan riwayatnya harus berakhir tragis, dijual ke tukang loak kiloan waktu kelas 6 SD.
Sepeda kedua saya masih sama jenisnya dengan sepeda pertama, hanya ukuranya yang lebih besar, mereknya masih ingat: phoenix, warna merah maroon yang dibeli dipenghujung kelas 6 SD dengan harga 70 ribu pake duit dapet sunatan. Sepeda ini dipake semasa SMP-SMA, yang lagi-lagi riwayatnya berakhir di tangan tukang loak kiloan. Tapi dengan segala keterbatasanya, sepeda ini pernah saya bawa ke Pantai Widarapayung, Cilacap, sekitar 55Km/110Km PP dari rumah (bersama rekan-rekan ramaja masjid MYA waktu itu). Padahal sepedanya masih singlespeed (kebayang ya beratnya kalau nemu tanjakan) dan rantainya sering copot kalo pedal berputar terlalu kencang, nikmat sekali.
Setelah sepeda kedua, baru punya sepeda lagi Sekitar 7 tahun kemudian, pada waktu kuliah Diploma IV. Sepeda Polygon Lerun March 300, 26 inch. Tujuan sepeda ini dibeli lebih ke buat pergi beli makan ke warung, meski ga jarang juga dipake buat jalan pagi/sore ke student center dan sesekali ngampus kalau lagi bosan naik motor. Nah, akhir riwayat sepeda ini yang sampe saat ini masih jadi misteri. Sempet lama ga kepake sepedanya sampe lupa punya sepeda, sadar-sadar udah ga tau sepedanya ada dimana. Kemungkinanya dicuri orang, atau lupa bawa sepeda kemana tapi lupa ga dibawa pulang. Memang pelupa, beberapa kali kejadian pergi bawa motor buat main tapi pulangnya motornya lupa ga dibawa, pernah sampe seminggu baru sadar motornya ketinggalan.
Sepeda berikutnya yang saya miliki adalah sepeda jenis MTB merek Woodstock, dapet hibah dari landlord (Ibu Kos) waktu ngekos sema kuliah S2 di Bristol. Melihat banyaknya mahasiswa dan para pengantar barang/makanan (Deliveroo) yang menggunakan sepeda dengan enjoynya di Bristol, membuat saya berfikir bahwa sepertinya akan seru main sepeda di Bristol, apa lagi bisa menghemat biaya transport yang bisa dipake buat beli tiket match liga inggris. sayangnya, romansa dengan sepeda ini sangat singkat. Saya memutuskan menggantung sepeda setelah 3-4 kali pemakaian. Tipikal jalanan di Bristol yang sangat hilly dan bergelombang, membuat saya gak kuat sampe akhirnya menyerah. Mending bayar naik bus daripada naik sepeda. Sepeda tersebut saya terus hibahkan ke penghuni kos baru di penghujung akhir masa studi.
Dan baru-baru ini, saya belum lama kembali punya sepeda (mudah-mudahan bukan karena latah sepeda ngeliat orang-orang). Triger awalnya dari anak pertama yang selalu minta ditemenin main sepeda keliling komplek. Cape harus lari-lari ngikutin anak main sepeda, dan kepikiran mungkin oke juga kalo mengganti motor dengan sepeda untuk pergi ke masjid atau ke warung, itung-itung ngurangin polusi. Akhirnya beli sepeda murah, Turanza 2706. Alasan dan review berdasarkan pemakaian beberapa mingggu pake Turanza 2706 dilanjut di postingan berikutnya.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.