Thursday, July 10, 2014

Menyikapi Kemenangan / Kebahagiaan


"Kemenangan yang tidak didasari dengan iman akan melahirkan kesombongan, kekalahan yang tidak didasari dengan iman akan melahirkan keputusasaan” 


Jadi apapun keadanya, entah ketika berada dalam sebuah kemenangan (kesuksesan, kebahagiaan) ataupun dalam kekalahan (kegagalan, kesedihan) dan tidak ada iman didalamnya maka yang akan dilahirkan adalah sama, yaitu sebuah keburukan yang pastinya akan membawa kepada suatu kerugian. Menang jadi abu, kalah jadi arang. Hal tersebut juga dapat dijadikan sebagai tanda bahwa apabila kita melihat seseorang/diri kita berlaku sombong atas kemenangan, atau berputus asa atas kesedihan bisa jadi itu merupakan pertanda kurangnya iman.

Khusus mengenai kemenangan, Tak selayaknya sebuah kemenangan dirayakan dengan maksud menunjukan bahwa dia lebih hebat, lebih mampu, atau lebih pantas yang mengarah pada kesombongan. Tak sepatutnya sebuah kemenangan dirayakan berlebihan secara sengaja, dengan maksud untuk menyakiti hati pesaing-pesaingnya yang kalah. Semakin tersakiti para pesaing-pesaingnya seolah-olah memberi kebahagian tersendiri bagi pihak yang menang.

Teringat sebuah kisah seorang urafa pada Pada abad ketiga hijriyah bernama Serri Siqti yang harus mengucapkan istighfar selama kurang lebih 30 tahun hanya karena sebuah ucapan hamdalah (alhamdulillah) yang ia katakan. Ucapan alhamdulillah tersebut ia lontarkan lantaran peristiwa dimana pada masa itu terjadi musibah kebakaran di Baghdad dan tokonya selamat dari kebakaran sementara toko yang lain habis terbakar. 

Setelah perisiwa tersebut, ia kemudian sangat menyesali sikapnya yang dianggap hanya mementingkan diri sendiri, dan tidak memperhatikan perasaan orang lain karena para pemilik toko yang terbakar bisa saja sakit hati mendengar ucapan syukur yang diucpkan Serri Siqti. Akhirnya, ia selama 30 tahun meminta ampun kepada Allah Swt atas ucapan alhamdulillah yang telah ia ucapkan itu.

Karena sejatinya, menjalin hubungan baik antar manusia (hablumminannas) merupakan hal yang sama pentingya dengan hubungan dengan sang pencipta (hablumminalloh), keduanya tidak bisa dipisahkan atau dilaksanaan sebagian saja. Cukup beralasan kiranya ketika perintah mendirikan sholat yang merupakan bentuk hubungan dengan sang pencipta hampir selalu diiringi dengan perintah berzakat sebagai lambang hubungan antar manusia.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.