Beberapa Kementerian Negara dan Lembaga akhir-akhir ini sedang dibikin sedikit kalang
kabut. Hal ini terkait Instrusi Presiden No 4/2014 tentang Langkah-Langkah
Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga Dalam Rangka Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014. Dalam instruksi
tersebut, masing-masing Kementerian negara dan lembaga “dipaksa” untuk melakukan
penghematan dan pemotongan anggaran. Penghematan dan pemotongan anggaran
dilakukan utamanya terhadap belanja honorarium, perjalanan dinas, biaya
rapat/konsinyering, iklan, pembangunan gedung kantor, pengadaan kendaraan
operasional, belanja bantuan sosial, sisa dana lelang atau swakelola, serta
anggaran dari kegiatan yang belum terikat kontrak (Diktum KETIGA Inpres No. 4/2014).
Berdasarkan
lampiran Inpres tersebut, hanya Kemdikbud, KPU, dan Bawaslu yang tidak
mengalami pemotongan anggaran. Alasan tidak dilakukanya pemotongan anggaran
pada Kemendikbud bisa jadi
karena usaha pemerintah untuk tetap
menjalanakan amanah konstitusi untuk menyediakan anggaran pendidikan setidaknya
20% dari APBN dan pelaksanaan pemilu presiden
yang tidak lama lagi akan dilaksanakan.
Penghematan dan
pemotongan anggaran sebetunya bukanlah hal yang baru. Beberapa kali pemerintah
juga melakukan Penghematan dan pemotongan anggaran di tengah tahun anggaran
menyesuaikan kondosi ekonomi saat itu. Namun, yang berbeda pada Penghematan dan
pemotongan anggaran kali ini adalah jumlahnya yang cukup banyak yaitu mencapai
total Rp 100 Trilyun dari jumlah anggaran belanja K/L sebelumnya, yaitu Rp
637,841 triliun. Hal tersebut menyebabkan beberapa Kementerian negara dan
Lembaga harus sedikit kalang kabut, berakrobat mengatur kembali perencanaan,
memilah dan memilih kegiatan mana yang bisa dihemat/dipotong dimana Menteri/Pimpinan
Lembaga harus sudah menyampaikan rincian program/kegiatan yang dihemat kepada
Menteri Keuangan dengan tembusan kepada Presiden dan Kepala UKP4 paling lambat
7 (tujuh) hari sejak Inpres tersebut. Akibatnya, banyak kegiatan dan target kinerja Kementerian negara/lembaga
yang harus direvisi. Contoh di kantor saya sendiri,
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang harus melakukan
penghematan dan pemotongan anggaran sekitar Rp 196,5 Milyar yang mengakibatkan tidak dapat digunakanya mata
anggaran perjalanan dinas untuk melaksanakan banyak tugas BPKP.
Penyebab dilakukanya penghematan dan pemotongan anggaran tersebut (salah satunya) adalah bocornya APBN karena menggelembungnya subsidi untuk energi sedangkan penerimaan negara sudah tidak bisa digenjot lagi. Subsidi energi yang dianggarkan di awal hanya sbesar Rp 282 Trilyun diperhitungkan akan melambung jauh sebesar Rp 110 Trilyun atau menjadi Rp 392 Trilyun (penyebab lain: Perbedaan asumsi kurs nilai rupiah APBN, dll). APBN kembali harus dikuras untuk subsidi. Dalam kondisi tersebut opsi yang tersedia yang bisa diambil adalah pengurangan belanja pemerintah melalui pemotongan dan penghematan anggaran atau mengurangi pengeluaran pemerintah untuk subsidi. Mengurangi subsidi atau dengan kata lain menaikan harga jelas bukan pilihan favorit dan populer karena memerlukan proses yang lama, memerlukan banyak pertimbangan politis (terutama menjelang pemuliu), dan pastinya membebani masyarakat dan menimbulkan protes disana-sini sehingga pilihan yang paling praktis dan efektif yang bisa diambil adalah pemotongan dan penghematan anggaran.
Penyebab dilakukanya penghematan dan pemotongan anggaran tersebut (salah satunya) adalah bocornya APBN karena menggelembungnya subsidi untuk energi sedangkan penerimaan negara sudah tidak bisa digenjot lagi. Subsidi energi yang dianggarkan di awal hanya sbesar Rp 282 Trilyun diperhitungkan akan melambung jauh sebesar Rp 110 Trilyun atau menjadi Rp 392 Trilyun (penyebab lain: Perbedaan asumsi kurs nilai rupiah APBN, dll). APBN kembali harus dikuras untuk subsidi. Dalam kondisi tersebut opsi yang tersedia yang bisa diambil adalah pengurangan belanja pemerintah melalui pemotongan dan penghematan anggaran atau mengurangi pengeluaran pemerintah untuk subsidi. Mengurangi subsidi atau dengan kata lain menaikan harga jelas bukan pilihan favorit dan populer karena memerlukan proses yang lama, memerlukan banyak pertimbangan politis (terutama menjelang pemuliu), dan pastinya membebani masyarakat dan menimbulkan protes disana-sini sehingga pilihan yang paling praktis dan efektif yang bisa diambil adalah pemotongan dan penghematan anggaran.
Lagi-lagi sumber
energi adalah biang masalahnya. Pengeluaran untuk energi yang harus terus
menerus disubsidi memang seakan-akan menjadi momok yang akan selalu menghantui
APBN negeri ini. Salah sedikit perhitungan, asumsi yang sedikit meleset, perubahan
harga sumber energi yang naik turun, akan dengan mudah menggoyahkan APBN. APBN menjadi sangat
rentan.
Logika
sederhananya, apabila suau negara tidak dapat dengan baik mengatur dan terlalu tergantung
dengan negara lain/faktor di luar
kendali suatu negara untuk kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakatnya seperti
sumber energi dan bahan pangan hampir dapat dipastikan bahwa negara tersebut
akan mengalami kesulitan
mengatur pendapatan dan pengeluaranya yang dapat berpengaruh pada pertumbuhan
ekonomi.
Di sisi lain, negara kita juga masih bergantung pada negara lain untuk sumber bahan pangan dimana kita masih harus mengimpor gula pasir, beras, jagung, kedelai, singkong, kentang, ikan, bahkan garam dapur. Ancaman lain yang datang dari pengelolaan kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat yang belum dikelola dengan baik.
Kondisi tersebut sudah selayaknya mendapat perhatian lebih. Kembali ke logika sederhana tadi, selama kita belum dapat mengelola dengan baik atas kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat selama itu pula kita kan terus mengalami kesulitan dalam mengatur APBN. APBN akan mengalami kerentanan terhadap ketidak pastian dan pemborosan yang pada khirnya akan mengalami disfungsi sebagi alat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Perubahan dan penataan ulang pengelolaan kebutuhan-kebutuhan dasar harus menjadi salah satu prioritas. Sebuah pekerjan rumah yang tidak mudah dan harus dilakukan bersama-sama serta memerlukan jangka waktu yang lama pastinya.
Apa boleh
buat, serba terlanjur.
Images credit : google
.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.