Wednesday, May 22, 2019

Mengenang Ramadhan di Bristol

Ramadhan tahun 2017 lalu, bisa jadi adalah Ramadhan yang sejauh ini paling berkesan. Pasalnya, Ramadhan tahun 2017 lalu benar-benar dilalui pada kondisi yang sangat berbeda dari sebelum-sebelummnya. Suasananya, lingkungannya, makananya, kegiatanya, waktunya, orang-orangnya, hampir semuanya berbeda. Ditambah lagi harus Jauh dari anak-istri, keluarga, serta kerabat.  Ramadhan tahun 2017 lalu kebetulan harus dijalani di negeri ratu Elisabeth sana, tepatnya di kota Bristol, tatkala masih menyandang status sebagai pegawai tugas belajar. Berikut sedikit cerita dari sekian banyak yg bisa diceritakan

Durasi Puasa

Sudah tau pastinya, kalo durasi puasa di daratan eropa sana relatif lebih lama daripada di Indonesia. Di UK, sendiri, rata-rata durasi puasannya adalah 19 jam, selsisih kurang lebih 6 jam dari durasi puasa di Indonesia. “Apa kamu ga mati?”, kira2 begitu komentar dari kebanyakan temen sekelas kalo diceritain soal puasa. Bagi mereka, puasa adalah sesuatu yang mustahil. Lah wong diceritain soal sholat lima waktu, harus bangun pagi sholat subuh aja mereka udah geleng-geleng.
Buka puasa jam setengah 10 malam, pergi tarawih, pulang-pulang jam 2 malam udah sahur. Buka puasa jam-jam segitu rawan sekali ngantuk. Pernah ada teman bercerita yang ketiduran saat menjelang waktu berbuka, bangun-bangun udah masuk hari puasa berikutnya karena sudah masuk waktu subuh, stengah 4 pagi. Ga buka puasa dan ga sahur :ngakak. 

Tapi, meskipun durasinya lebih lama, entah kenapa saya ga ngerasaian haus sebagaimana biasa puasa di Indonesia, jauh beda. Mungkin karena faktor iklim dan cuaca. Pagi-pagi masih bisa jogging, main badminton, langsung lanjut bertapa di study center “ngerjain” disertasi tanpa rasa haus yang menggangu sampe berbuka.

Sholat Tarawih

Soal sholat tarawih ini, bener-bener jadi PR di Ramadhan kala itu. Sesekali pernah sih tarawih di kosan bareng-bareng temen dari Indonesia, tapi lebih sering di Assahaba Centre, Cotham. Jarak dari flatku ke Assahaba perlu waktu sekitar 35 menit, termasuk jalan kaki 5 menit dan 2 kali naik bus. Pernah nyoba sekali jalan kaki, langsung kapok. Secara kontur Bristol ini naik turun parah, banyak tanjakan, dan dingin pula.
Tarawih dimulai sekitar stengah 11, dan selesai sekitar 1 pagi. Di 10 hari terakhir durasinya biasanya lebih lama. Bagi yang punya masalah ketahanan  lutut, mending jangan tarawih di situ. Pernah di malam kesekian Ramadhan, durasi doa qunut Witirnya bener-bener bikin pengen melambai ke kamera. 

Nah, PR besarnya adalah perjalanan pulang selepas Tarawih. Jam 1 malem adalah waktu berkeliaranya orang-orang mabok. Dalam satu bus kebanyakan isinya orang-orang mabok, bau alkohol sampe bikin mual. Kemudian, Jeda waktu antara waktu selesainya tarawih dengan jadwal bus terkahir menuju  flatku itu pendek. Meleset dikit, udah pasti ketinggalan. Dan availabilitynya hanya hari senin-jumat karena jadwal bus di weekend hanya sampai 12 malam. Jadi, sempat beberapa kali ketinggalan bus, dan pernah juga kelupaan kalau hari itu weekend. Konsekuensinya, harus jalan kaki ke flat, auto kaki pegel-pegel. Pernah juga sekali waktu jalan ke flat dikejar-kejar orang yang lagi pada mabok. Tapi ga masalah sih, secara masa iya kalah lari sama orang mabok, lucu aja.

Assahaba Centre
Ngomong-ngomomg soal Masjid Assahaba, jangan heran kalau bentuknya tidak menyerupai Masjid pada umumnya. Bangunan tersebut awalnya adalah sebuah bioskop yang dibangun tahun 1914. Bahkan pernah juga beralih menjadi gereja selama 44 tahun sebelum beralih fungsi lagi menjadi sebuah pub dan comedy club. Hingga akhirnya difungsikan sebagai Islamic centre dan Masjid seperti sekarang

Berbuka Puasa

Beberapa kali coba ikut buka Bersama di Assahaba, biar ngirit, tapi bosan, karena menunya relatif selalu sama dan rasanya kurang familiar di lidah saya. Selain ada Kurma, jus, dan buah, menu utamanya adalah nasi biryani dengan porsi dan dan potongan daging yang besarnya agak gak lazim bagi saya. Jangan salah, banyak jamaah yang mengambil porsi tambahan.  Tapi kemudian maklum, melihat ukuran badan mereka yang dominan tinggi dan besar-besar, yang kebanyakan berasal dari Arab speaking country dan negara Afrika.
Yang paling didamba-damba, adalah undangan berbuka puasa dari warga Indonesia yang tinggal di Bristol. Kenapa? Ya karena di sinilah bisa menjumpai makanan-makanan khas Indonesia yang sangat jarang kami jumpai. Sekedar tempe dan tahu pun sudah dianggap makanan mewah, apalagi kalo disuguhi opor ayam, sambel goreng ati, pecel, bakso, dll. Jangan lupa membawa “tupperware” atau sejenisnya, biar bisa bungkus makanan. He..he.. Sekedar informasi, warga indonesia yang tinggal di Bristol ternyata cukup banyak. Jadi beberapa kali, cukup sering malah, kami (para student) mendapat tawaran untuk buka bersama dari keluarga yang berbeda. Semoga kebaikan mereka dibalas dengan pahala yang berlipat ganda, Aamiin…
Muka-muka kegirangan para student dapet undangan bukber
Kesempatan berjumpa dengan makanan Indonesia yang lain adalah bukber dengan pengajian Al-Hijrah, sebuah perkumpulan komunitas muslim Indonesia di Bristol dan sekitarnya (Visit alhijrahbristol.wordpress.com for more information). Berbagai hidangan khas nusantara tersaji di sini karena sistemnya potluck. Sekali lagi, jangan lupa bawa  “tupperware”. Hehe…



Saya juga sempat mengikuti grand iftar street party (salah satu liputanya di sini), sebuah acara buka bersama yang diadakan di sebuah jalanan di Bristol dengan mengundang warga non-muslim di sekitarnya, untuk menjalin silaturahmi dan menunjukan wajah islam yang sesunggguhnya, menyusul kejadian teror di Manchester dan London yang banyak menyudutkan umat muslim kala itu. Warga muslim dan non-muslim saling berbaur dan berbagi, menjalin keakraban dan kekeluargaan, indah sekali. Lebih special, karena acara seperti itu baru pertama kali diadakan di Bristol, sehingga banyak mengundang perhatian banyak pihak termasuk media, dan sekarang ternyata malah menjadi agenda tahunan, Alhamdulillah..
Grand Iftar street Party


Segitu aja ceritanya. Masih banyak cerita lain, tapi akan terlalu panjang bila diceritakan semua. Dan juga sebelumnya sudah pernah ada teman yang cerita soal Ramadhan di Bristol tahun 2017 bisa dibaca di sini


 

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.