![]() |
Source image: Google |
Orang juga sering bilang bermimpilah setinggi-tinginya, karena ga ada yang bisa membatasi. Tapi sepertinya tidak sesederhana itu. Untuk bermimpi, setidaknya orang perlu
inspirasi dan di beberapa kondisi perlu keberanian dan dukungan. Kesemuanya itu tentunya ditentukan oleh
lingkungan masing-masing. Mimpi orang yang hidup di desa
mungkin beda
dengan mimpi mereka yang hidup di
kota, mimpi anak dari keluarga yang pas-pasan mungkin beda dengan mimpi dari anak
keluarga berkecukupan, mimpi dari anak negara A mungkin beda dengan mimpi dari
anak negara B, dan seterusnya.
Inspirasi dibentuk oleh wawasan/pengetahuan yang dimiliki seseorang atau
dengan kata lain, apa yang ia impikan adalah apa yang ia ketahui atau dibatasi
oleh wawaan yang ia miliki. Kita mungkin cukup familiar dengan program “kelas
inspirasi” yang merupakan bagian dari Gerakan Indonesia Mengajar (GIM) yang
digagas oleh Pak Anies Baswedan (Sorry, bukan kampanye). Bagi yang belum pernah
mendengar, secara ringkas program ini mengajak para
profesional dari berbagai macam
profesi dan latar belakang untuk mengajar selama satu hari di SD yang intinya menceritakan tentang profesi
masing-masing. Ide dasarnya simpel, memberikan wawasan/pengetahuan
seluas-luasnya pada anak-anak tentang berbagai profesi yang ada sehingga mereka
mempunyai banyak pilihan untuk menentukan mimpi-mimpi mereka. Semakin kaya wawasan/pengetahuan
seseorang, semakin beragam mimpi yang bisa ia ciptakan. Seberapa baik
lingkungan menciptakan kondisi yang memungkinkan seseorang memperluas
wawasan/pengetahuan menjadi faktor yang penting. Ini perkara yang kompleks dan
tidak mudah, menyangkut masalah pendidikan, keluarga, sarana penunjang, kebiasaan,
budaya dll.