Skeptisisme adalah paham yang memandang sesuatu
selalu tidak pasti, meragukan, mencurigakan (Wikipedia). Skeptisisme
profesional sendiri belum memiliki definisi yang pasti (Hurtt, 2003, dan
Quadackers, 2009), namun dari definisi kata skeptisisme dan profesional, dapat
disimpulkan bahwa skeptisisme profesional auditor adalah sikap auditor yang
selalu meragukan dan mempertanyakan segala sesuatu, dan menilai secara kritis
bukti audit serta mengambil keputusan audit berlandaskan keahlian auditing yang
dimilikinya. Skeptisisme bukan berarti tidak percaya, tapi mencari pembuktian
sebelum dapat memercayai suatu pernyataan (Center for Audit Quality,
2010).Di dalam SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik, 2001:230.2), menyatakan
skeptisisme profesional auditor sebagai suatu sikap yang mencakup pikiran yang
selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti
audit.
Pentingnya
Skpetisisme Profesional
Para
teoritis dan praktisi auditing sepakat bahwa skeptisisme profesional merupakan
sikap mutlak yang harus dimiliki auditor. Salah satu penyebab dari suatu gagal audit (audit failure) adalah
rendahnya skeptisisme profesional. Skeptisisme profesional yang rendah menumpulkan kepekaan
auditor terhadap kecurangan baik yang nyata maupun yang berupa potensi, atau
terhadap tanda-tanda bahaya yang mengindikasikan adanya kesalahan dan
kecurangan. Auditor
yang dengan disiplin menerapkan skeptisisme profesional, tidak akan terpaku
pada prosedur audit yang tertera dalam program audit. Skeptisisme profesional
akan membantu auditor dalam menilai dengan kritis resiko yang dihadapi dan
memperhitungkan resiko tersebut dalam bermacam-macam keputusan.
Faktanya, skeptisisme
profesional dalam auditing adalah penting karena: (1) skeptisisme profesional
merupakan syarat yang harus dimiliki auditor yang tercantum di dalam standar
audit (SPAP), (2) perusahaan-perusahaan audit internasional menyaratkan
penerapan skeptisisme profesional dalam metodologi audit mereka, (3)
skeptisisme profesional merupakan bagian dari pendidikan dan pelatihan auditor,
dan (4) literatur akademik dan profesional di bidang auditing menekankan
pentingnya skeptisisme profesional (Quadackers, 2009). Selain itu, banyak studi
kasus yang oleh SEC (Security and Exchange Commissions) dilaporkan
sebagai kegagalan auditor dalam mendeteksi salah saji material sebagai hasil
dari kurangnya skeptisisme profesional, contohnya skandal Enron, WorldCom,
Adelphia, dan Global Crossing (Quadackers, 2009, dan Kopp dkk, 2003).
Unsur-unsur
Skeptisisme Profesional
Unsur-unsur
professional skepticism dalam definisi International Federation of Accountants (IFAC), antara lain:
1.
a
critical assessment – ada
penilaian yang kritis, tidak menerima begitu saja;
2.
with a
questioning mind – dengan cara berpikir
yang terus menerus bertanya dan mempertanyakan;
3.
of the
validity of audit evidence obtained – kesahihan dari bukti audit yang diperoleh;
4.
alert to
audit evidence that contradicts –
waspada terhadap bukti audit yang kontradiktif;
5.
brings
into question the reability of documents and responses to inquiries and other
information – mempertanyakan keandalan
dokumen dan jawaban atas pertanyaan serta informasi lain;
6.
obtained
from management and those charged with governance – yang diperoleh dari manajemen dan mereka yang berwenang dalam
pengelolaan (perusahaan).
Karakterisitik
Seorang Skeptisisme Profesioanl
Meskipun Standar
Profesional Akuntan Publik telah mendefinisikan skeptisisme profesional, namun
tidak ada pedoman praktis mengenai skeptisisme dalam penerapannya. Hurtt (2003)
mengembangkan sebuah model skeptisisme profesional dan memetakan karakteristik
yang dimiliki seseorang yang memiliki skeptisisme profesional. Karakteristik tersebut
terdiri dari enam, yakni
1.
Pola pikir yang selalu bertanyatanya (questioning
mind), mencerminkan sikap keragu-raguan seperti yang terdapat dalam
definisi skeptisisme profesional secara umum maupun khusus dalam auditing.
2.
penundaan pengambilan keputusan (suspension
of judgment), mencerminkan
sikap yang tidak tergesa-gesa dalam melakukan suatu hal. Orang yang
skeptis tetap akan mengambil suatu keputusan, namun tidak segera, karena mereka
membutuhkan informasi-informasi pendukung lainnya untuk mengambil keputusan
tersebut (Hurtt, 2003).
3.
Mencari pengetahuan (search for
knowledge), menunjukkan bahwa orang yang skeptis memiliki sikap keingintahuan
akan suatu hal. Berbeda dengan sikap bertanya-tanya, yang didasari keraguan
atau ketidakpercayaan, karakteristik ketiga ini didasari karena keinginan untuk
menambah pengetahuan (Hurtt, 2003).
4.
Kemampuan pemahaman interpersonal (interpersonal
understanding), memberikan pemahaman bahwa orang yang skeptis akan
mempelajari dan memahami individu lain yang memiliki pandangan dan persepsi
yang berbeda mengenai suatu hal (Hurtt, 2003). Dengan memahami persepsi orang
lain, orang yang skeptis akan mengambil kesimpulan dan beragumentasi untuk
mengoreksi pendapat orang lain.
5.
Percaya diri (self-confidence), diperlukan
oleh auditor untuk dapat menilai buktibukti audit, selain itu, percaya diri
diperlukan oleh auditor untuk dapat berhadapan dengan berinteraksi dengan orang
lain atau klien, termasuk juga beradu argumentasi dan mengambil tindakan audit
yang diperlukan berdasarkan keraguan atau pertanyaan yang timbul dalam dirinya
(Hurtt, 2003).
6.
Eterminasi diri (self-determination).
diperlukan oleh auditor untuk mendukung pengambilan keputusan, yakni menentukan
tingkat kecukupan bukti-bukti audit yang sudah diperolehnya (Hurtt, 2003).
Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Skeptisisme Profesional
Sebagai karakteristik
individual, skeptisisme dapat berbentuk sifat bawaan (trait), dan juga situasional (state).
Forehand dan Grier (2002) menemukan bahwa skeptisisme yang dimiliki
seseorang dapat dimanipulasi dan bersifat aditif, artinya skeptisisme
yang sudah tertanam sejak awal sebagai trait dapat diperkuat dengan manipulasi
keadaan (state) yang semakin meningkatkan skeptisisme bawaan tersebut.
Kee dan Knox’s (1970)
dalam model “Professional Scepticism Auditor” menyatakan bahwa
skeptisisme profesional auditor dipengaruhi
oleh beberapa Faktor kecondongan etika, Faktor-faktor situasi, dan faktor Pengalaman.
Beberapa faktor yang mempengaruhi skeptisisme profesional meurut berbagai
penelitian diantaranya :
1.
Pengalaman dan pengetahuan. Auditor
dengan pengalaman yang banyak akan menunjukkan tingkat skeptisisme profesional
yang lebih tinggi (Anugerah dkk, 2011)
2.
Relasi yang terbentuk antara auditor dan
klien. Semakin dekat auditor dengan kliennya, semakin rendah skeptisisme
profesionalnya, dan sebaliknya.
3.
Suasana hati (moods). Suasana
hati (moods) dapat memengaruhi tingkah laku seseorang berdampak terhadap
sikap, cara bekerja, dan cara berinteraksi dengan orang lain.
4.
Staf klien. Sebagai pihak yang
mengetahui seluk-beluk perusahaannya, staf klien dapat mengarahkan auditor pada
sektor-sektor yang dianggap aman untuk diperiksa
5.
Tekanan pasar. Staf auditor lebih tinggi
daripada partner dan manajer dikarenakan staf auditor lebih fokus untuk
menjalankan tugas di lapangan dengan sebaikbaiknya, sedangkan partner dan
manajer yang berada di level atas lebih memikirkan mengenai masa depan hubungan
mereka dengan klien dan citra perusahaan auditing (KAP) mereka di pasar,
misalnya dengan kecepatan penyelesaian audit
6.
Kepercayaan interpersonal (interpersonal
trust). Semakin rendah kepercayaan interpersonal auditor terhadap kliennya,
semakin skeptis sikap yang ditunjukkannya
Referensi
http://akuntansi07-unp.blogspot.com/2012/10/skeptisme-profesional-auditor.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Skeptisisme
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.