Adalah seorang pekerja yang memutuskan untuk pindah kerja ke sebuah perusahaan baru yang cukup ternama. Alasan kepindahan tersebut adalah karena di perusahaan yang baru ia bisa memperoleh penghasilan yang lebih tinggi. Iapun menceritakan kepindahan tersebut kepada istrinya.
Saat gajian, perusahaan yang baru membayar 2X lipat dari penghasilan di perusahaan yang lama. Ia kemudian memberikan gaji itu kepada istrinya. Sang istri terlihat tidak begitu bahagia.
Mengapa sang istri bersikap demikian?
padahal penghasilan yang diperoleh suaminya sekarang 2X lipat dari penghasilan sebelumnya
"Ekspektasi"!
Saat memutuskan pindah ke perusahaan ternama, sang istri ternyata diam-diam telah berekspektasi bahwa suaminya akan berpenghasilan lebih banyak dari itu. Dalam bayangan sang istri, perusahaan ternama tersebut akan memberikan penghasilan lebih dari yang suaminya berikan sekarang
Padahal, penghasilan saat ini sebenarnya sudah lebih baik dari penghasilan sebelumnya.
padahal penghasilan yang diperoleh suaminya sekarang 2X lipat dari penghasilan sebelumnya
"Ekspektasi"!
Saat memutuskan pindah ke perusahaan ternama, sang istri ternyata diam-diam telah berekspektasi bahwa suaminya akan berpenghasilan lebih banyak dari itu. Dalam bayangan sang istri, perusahaan ternama tersebut akan memberikan penghasilan lebih dari yang suaminya berikan sekarang
Padahal, penghasilan saat ini sebenarnya sudah lebih baik dari penghasilan sebelumnya.
Ketika sebuah ekspektasi sudah terlanjur terbentuk, dan ternyata ekspektasi tersebut tidak terpenuhi, maka rasa kecewa biasanya akan muncul meskipun keadaan sudah menjadi lebih baik. Terlebih apabila ekspektasi yang terbentuk itu terlalu tinggi, yang terbentuk karena premis2 yang salah atau kurang memperhatikan keadaan yang sesungguhnya terhadap seseorang. Maka, orang yang diekspektasikan tersebut biasanya akan merasa terbebani.
Lebih jauh lagi, ekspektasi yang terlalu tinggi bisa membuat orang kurang percaya diri atas apa yg dilakukan, kurang semangat, kurang bergairah, mematikan daya juang sebelum berperang. Ia akan merasa bahwa apapun yang akan dilakukan dan dicapainya tetap akan menimbulkan kekecewaan karena tidak memenuhi ekspektasi yang terlalu tinggi tersebut.
Itulah mengapa sesuatu bernama "Ekspektasi" bisa menjadi momok yang cukup menakutkan untuk beberapa orang dan mungkin termasuk juga untuk saya sendiri.
Motivator Demotivator
Motivator Demotivator
Ketika sebuah ekspektasi dianggap sebagai sebuah beban, maka sudah hampir pasti dia akan benar-benar membebani (demotivator).
Cerita yang terjadi ketika sebuah ekspektasi dianggap sebagai sebuah beban biasanya adalah bertema kekecewaan dan malu. Kecewa terhadap diri sendiri, kecewa terhadap orang lain, malu terhadap diri sendiri, malu terhadap orang lain.
Namun, apabila kita rubah cara pandang kita terhadap ekspektasi sebagai sebuah tantangan, maka cerita yang terjadi bisa saja bertema lain.
Namun, apabila kita rubah cara pandang kita terhadap ekspektasi sebagai sebuah tantangan, maka cerita yang terjadi bisa saja bertema lain.
Ekspektasi justru bisa menjadi salah satu pelecut semangat dalam berkinerja, pendorong gairah dan daya juang (motivator). Hal ini dikarenakan Pengaruh psikologis ketika orang merasa tertantang berbeda dengan pengaruh psikologis ketika orang merasa terbebani.
Untuk sebagian orang, merubah cara pandang yang sepertinya mudah tersebut ternyata tidak mudah untuk dilakukan, perlu proses. Salah satu ciri orang hebat dan sukses adalah memiliki kemampuan yang hebat dalam merubah faktor demotivator menjadi motivator. Dan malah biasanya faktor motivator terbesar dalam dirinya banyak berasal dari faktor demotivator.
Dalam hubungan sosial sesama manusia hampir tidak terhindarkan pembentukan-pembentukan ekspektasi terhadap diri kita. Sikap yang mungkin sebaiknya diambil terhadap ekspektasi-ekspektasi tersebut adalah dengan tidak mengangap hal itu sebagi suatu beban, melainkan sebagai sebuah tantangan selama ekspektasi itu menyangkut hal-hal yang positif.
Untuk sebagian orang, merubah cara pandang yang sepertinya mudah tersebut ternyata tidak mudah untuk dilakukan, perlu proses. Salah satu ciri orang hebat dan sukses adalah memiliki kemampuan yang hebat dalam merubah faktor demotivator menjadi motivator. Dan malah biasanya faktor motivator terbesar dalam dirinya banyak berasal dari faktor demotivator.
Dalam hubungan sosial sesama manusia hampir tidak terhindarkan pembentukan-pembentukan ekspektasi terhadap diri kita. Sikap yang mungkin sebaiknya diambil terhadap ekspektasi-ekspektasi tersebut adalah dengan tidak mengangap hal itu sebagi suatu beban, melainkan sebagai sebuah tantangan selama ekspektasi itu menyangkut hal-hal yang positif.
Selama ekspektasi menyangkut sebuah hal yang positif sepertinya tidak ada salahnya untuk kita coba penuhi, coba kita kejar sebagi sebuah tantangan.
Kita hampir mustahil bisa memenuhi ekspektasi semua orang, maka ketika usaha kita untuk memenuhi ekspektasi tersebut tidak berhasil, sedangkan usaha maksimal sudah dilakukan, maka hal itu sudahlah dirasa cukup.
Dan ketika ekspektasi yang terlalu tinggi dari orang lain terbentuk, kita harus sadar bahwa orang yang paling tau akan kemampuan kita seharusnya adalah kita sendiri. Ekspektasi yang terlalu tinggi tersebut tak lebih sebagai sebuah pendapat, sebagi alat introspeksi saja, tak perlu terlalu dianggap sebagai sebuah target, tak perlu terlalu dirisaukan, menjadi beban pikiran.
Dan ketika ekspektasi yang terlalu tinggi dari orang lain terbentuk, kita harus sadar bahwa orang yang paling tau akan kemampuan kita seharusnya adalah kita sendiri. Ekspektasi yang terlalu tinggi tersebut tak lebih sebagai sebuah pendapat, sebagi alat introspeksi saja, tak perlu terlalu dianggap sebagai sebuah target, tak perlu terlalu dirisaukan, menjadi beban pikiran.
@guguh_chu
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.